Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

JELI

JELI

Source : komentarmu.com


Ruang latihan balet sudah sepi. Rani meneliti setiap sudut dengan tergesa. Jam tangannya hilang! Padahal, itu jam tangan pemberian Oma. Harganya cukup mahal.

Mang Deden, sopir Rani membantu mencarinya. “Coba Non ingat-ingat lagi, mungkin di ruangan lain. Tadi Non ke mana saja?”

“Rani enggak kemana-mana kok, Mang! Rani datang, ganti baju, langsung latihan. Selesai, terus keluar. Jalan ke parkiran, terus ketemu Mamang. Rani sadar jam tangan hilang waktu di parkiran,” jelas Rani.

“Berarti mungkin juga di ruang ganti baju kan, Non?”

 “Seingat Rani, semua barang sudah disimpan di tas:’

“Coba dicari lagi di tas, Non!” saran Mang Deden. Rani mengaduk-aduk isi tasnya. Mengeluarkan semua isinya. Mang Deden ikut mengamati.Tapi jam tangan yang dicari tidak juga ketemu.

“Hai, Rani! Ini jam tanganmu, ya?” seorang gadis sebaya Rani datang sambil menyodorkan sebuah jam tangan. Benar, itu milik Rani.

“Iya, itu jamku!” Rani berseru senang.

“Terima kasih. Di mana kamu menemukan jam inir

“Tadi kamu menjatuhkannya di rak sepatu. Kebetulan jatuh di sepatuku,”kata gadis itu ramah.

Rani tertegun. Sifat cerobohnya belum juga hilang.

“Ya sudah, aku pulang dulu, ya!” gadis itu berlari sambi1 melambaikan tangan. Rani membalas tangannya. la menarik napas lega. Jam tangannya tidak  jadi hilang.

 “Syukurlah, Non. Sudah ketemu. Ayo kita pulang!” ajak Mang Deden.

Rani mengangguk dan mengikuti langkah Mang Deden.

“Anak yang tadi menemukan jam tangan Non Rani itu siapa namanya, Non?”tanya Mang Deden ketika mobil sudah melaju.

 “Mmm.. Rani nggak tahu, Mang.”

 “Lo, kok bisa? Bukannya dia teman latihan balet?”

 “Iya sih, tapi Rani enggak pernah kenalan,” jawab Rani sedikit kikuk.

“Kok, dia tahu nama Non Rani?”

“Iya. Besok, deh, Rani tanya namanya.” Rani menutup pembicaraan. la mencoba mengingat sosok anak itu.

 

Seingat Rani, ia anak yang berbeda. Hampir semua anak di les balet diantar jemput mobil, sementara anak itu naik sepeda. Baju, tas, dan apa pun yang dipakainya tampak sederhana. la tidak pernah ikut bergabung kalau Rani dan teman-temannya makan es krim bersama selesai latihan, atau asyik bercerita tentang liburan di tempat-tempat terkenal. Ah, siapa namanya ya? Rani tidak berhasil mengingatnya.

“Jeli.”Anak itu menyebutkan namanya.

 “Apa? Jeli?”Rani meyakinkan. Aneh sekali namanya.

“Iya. Namaku Jeli,” jawabnya sambil menunjukkan barisan giginya yang putih. Rani ikut meringis. la baru ingat, temannya Alea pernah menyinggung soal anak balet yang punya nama aneh.

“Senang berkenalan denganmu, Jeli. Aku ganti baju dulu, ya. Kalau enggak keberatan, kamu tunggu, ya! Kita masuk sama-sama,”kata Rani.

Jeli tersenyum.”Oke!”

Tak lama kemudian, Rani selesai berganti baju. la memakai kaos panjang berwarna merah muda dan bandana yang senada.

“Hmm…kamu pakai kaos dan bandana merek Lilabella, ya?”tanya Jeli.

 “Kok, kamu tahu?”

 lya. Ibuku jualan baju.

” Wah, Jeli memang jeli, ya? la bisa mengenali merek baju hanya dengan sekali melihat. Rani tersenyum.

 “O iya, kamu sudah lihat pengumuman duet balet belum? Kamu berpasangan sama siapa?” tanya Rani.

“Belum. Kita lihat, yuk!” Mereka berjalan menuju papan pengumuman di depan ruang latihan.

“Maharani Wijaya – Mutiara Jelita.” Rani membaca nama pasangan duet baletnya. la merasa belum pernah kenal temannya yang bernama Mutiara Jelita.

“Wah, Rani. Kita berpasangan!” seru Jeli.

 “Oh, jadi Mutiara Jelita itu kamu?

Kok..?” “Kok, panggilanku Jeli?”Jeli menebak pertanyaan Rani.

 “Iya. Kok enggak dipanggil Tiara atau Lita saja, gitu?”

 “Aku ceritakan nanti, deh! Latihannya sudah mau mulai, tuh!”Jeli menunjuk ke dalam ruang latihan. Semua anak peserta les balet terlihat sudah berkumpul.

 “Baiklah. Nanti kita makan es krim sama-sama, ya! Aku yang traktir, deh! Hitung-hitung sebagai tanda terima kasihku karena kamu menemukan jam tanganku,” kata Rani sambil masuk ke ruang latihan. “oke”Jeli tersenyum senang.

“Dulu aku biasa dipanggil Ara,”Jeli memulai ceritanya sambil menyendok es krim rasa cokelatnya. “Aku dulu ceroboh sekali. Sering menghilangkan barang-barang penting. Sering meninggalkan barang di toilet, sering kelupaan membawa peralatan sekolah,” lanjutnya.

Rani memandang penuh rasa ingin tahu. la jadi ingat sifatnya sendiri.

“Kata ibuku, nama adalah doa. Jadi, ibuku memanggil aku dengan nama ‘Jeli’, diambil dari kata ‘Jelita’. Katanya biar aku jadi anak yang jeli. Percaya atau enggak. Sejak aku dipanggil Jeli’aku jadi lebih teliti. Setiap keluar dari toilet, aku melihat seisi ruangan, apa ada barangku yang tertinggal. Setiap mau berangkat sekolah, aku memastikan buku dan peralatanku sudah lengkap. Pokoknya, setiap mau bepergian, aku selalu meneliti bawaanku. Juga saat mau pulang. Jadi, aku tidak pernah kehilangan barang lagi.”

 Rani melongo. “Jadi begitu?”

 “Iya. Aku sering membantu teman yang kehilangan barangnya, karena aku teliti mencari barang-barang yang hilang. Aku juga membantu ibuku berjualan baju dan mencatat keuangan. Kata ibuku, aku sangat teliti,”Jeli tersenyum Iebar.

Rani tertawa. la senang Derteman dengan Jeli. Meskipun idak perlu berganti nama, Rani bisa mencontoh ketelitian Jeli. la harus mulai cermat dengan barang-barangnya. Lagi pula, ia juga sudah bosan selalu kehilangan barang.

 

Posting Komentar untuk "JELI"